Sabtu, 03 Maret 2018

The Legend Of Banyuwangi, Terjemahan Dan Budbahasa Valuenya.

Banyuwangi yaitu sebuah nama Kabupaten di Jawa Timur, nama daerah ini berasl dari Legenda setempat ada beberapa versi dari Cerita Banyuwangi. Berikut ini yaitu kisah “ the Legend of Banyu Wangi”dalam bahasa inggris disertai oleh terjemahannya. bahwasanya ada beberapa Versi akan tetapi ini saya sebutkan kisah Narrative Teks “ The Legends of Banyuwangi” besarta arti dan Moral Valuenya. Moral value dari kisah tersebut yaitu kita dilarang terbawa emosi dalam mengambil keputusan dan tidakboleh praktis terhasut oleh omongan orang.

The Legend of Banyu Wangi

Once upon a time, in eastern part of Java Island, there was a kingdom ruled by a king. The king’s name was Prabu Menak Prakoso. One day, Prabu Menak and his soldiers invaded the kingdom of Klungkung in Bali. The king of Klungkung was killed, yet his daughter, Made Surati, and his son, Agung Bagus Mantra, were able to escape and hide in the jungle.

Pada jaman lampau, di cuilan timur pulau jawa, ada sebuah kerajaan yang diperintahan oleh seorang Raja. Nama raja tersebut yaitu Prabu Menak Prakoso. Suatu hari, Prabu Menak dan tentaranya menginfasi kerajaan Klungkung di Bali. Raja Klungkung terbunuh, akan tetapi Anak perempuannya, Made Surati dan saudara laki lakinya, Agung Bagus Mantra, sanggup melarian diri dan bersembungi di hutan.

Prabu Menak Prakoso had a son named Raden Banterang. He was such a handsome young man. One day, Raden Banterang went to the jungle for hunting. It was in the jungle that Raden Banterang met Made Surati. She was then taken to Blambangan to be his wife. Raden Banterang and Made Surati enjoyed a happy life in the Palace.

Prabu Menak Prakoso mempunyai anak laki laki yang berjulukan Raden Banterang. Dia sangat tampan. Suatu hari Raden Banterang pergi ke hutan untk berburu. Ini yaitu hutan dimana Raden Banterang bertemu degan Made Surati. Dia dibawa ke Blambangan untuk menjadi istrinya. Raden Banterang dan Made Surati menikmati kehidupannya di istana kerajaan.

When Raden Banterang was hunting one day, Made Surati was surprised by the arrival of a dirty beggar asking for her pity. The princess was surprised to find that the beggar was her older brother, Agung Bagus Mantra. She promptly squatted and embraced her brother’s legs. However, her great respect of her brother was not well accepted. Instead, Agung Bagus Mantra asked his sister to kill Raden Banterang. But such a request was rejected. He was very angry with her and came up with a sly idea to slander her.

Ketika Raden Banterang sedang berburu, Made Surati sangat terkejut oleh kehadiran seorang pengemis kotor meminta belas kasihan. Putri itu terkejut menyadari bahwa pengemis itu yaitu kakaknya. Agung Bagus Mantra. Dia dengan segera memegang kaki dari pengemis tersebut dan memeluk kaki kakaknya tersebut. Akan tetapi, rasa hormat kakanya tidak diterima dengan baik. Malahan, Agung Bagus Mantra meminta saudara perempuannya untuk membunh Raden Banterang. Akan tetap undangan itu ditolak oleh Made Surati. Agung Bagus Mantra sangat murka padanya dan mempunyai ilham untuk memfitnahnya.

Slowly but surely, Agung succeeded in convincing Raden Banterang that his wife had been involved in a scandal with another man. Asking for compassion, Made Surati tried to tell the truth and denied her husband’s accusation. Hearing his wife explanation, the king became angrier and angrier. As a proof of her sacred love, she asked her husband to kill her. As her last request, she asked her husband to throw her dead body into the river. She said that if the water in the river smelled terrible, it meant that she had ever been sinful. But if it smelled fragrant, it meant that she was innocent.

Secara pelan, Agung berhasil meyakinkan Raden Banterang bahwa istrinya sudah terlibat skandal dengan laki laki lain. Sambil meminta ampun, Made Surati mencoba untuk mencoba menceritakan kebenaran dan menyangkal tuduhan suaminya. Mendengar klarifikasi dari istrinya, Raja menjadi semakin murka dan marah. Sebagai bukti cinta sucinya, ia meminta suaminya untuk membunuhnya. Sebagai permintaannya, Made Surati meminta suaminya untuk melempar jasadnya ke dalam sungai. Made Surati menyampaikan kalau air berubah di sungai berbau tidak enak, berarti ia sudah berbohong. Akan tetapi kalau baunya harum, itu berarti bahwa ia tidak bersalah

Raden Banterang who was unable to control his emotions soon stabbed his kerís (dagger) into his wife’s chest. She died instantly. The dead body of Made Surati was quickly thrown into the dirty river. Raden Banterang was shocked to see the river suddenly become clean and as clear as glass with a fragrant smell. Raden Banteraflll screamed crazily and regretted his deed. He walked unsteadìly and fell into the river screaming, “Banyu… Wangì… Banyuwangi!” This means “fragrant water”.

Raden Banterang yang tidak sanggup mengendalikan emisinya dengan segera menusuk kerisnya kedalam dada istrinya. Dia mati secara datang tiba. Jazad dari Made Surati dengan segera dilemparkan ke dalam air yang kotor. Raden Banterang terkejut melihat Sungai datang tiba menjadi membersihkan dan sebening beling dengan anyir harum. Raden Banterang menjerit dengan asing dan menyesalinya. Dia berjalan ke dalam air sambil berteriak “ Banyu Wangi Banyu wangi” yang berarti Air yang harum .


Berikut yaitu Versi ke dua dari narrative Teks Berjudul “ The Legend Of Banyu Wangi”

The Legend of Banyu Wangi

Once upon a time, there was a king reigned in East Java named Sindureja. He had a prime minister named Sidapaksa. Sidapaksa had a very beautiful wife. Pada jaman lampau, ada sebuah raja yang memerintah Jawa Timur berjulukan Sindureja. Dia mempunyai perdana menteri berjulukan Sidapaksa. SIdapaksa mempunyai seorang istri yang bagus

Sidapaksa loved his wife deeply. They lived in complete happiness. However, Sidapaksa’s mother didn’t like her daughter in law. Each day she tried to think a way to separate Sidapaksa from his wife.

Sidapaksa sangat menyayangi istrinya. Mereka berdua hidup bahagia. Akan tetpi, ibu dari Sidapaksa tdak menyukai menantunya tersebut. Setiap hari ia mencoba untk memikirkan cara untuk memisahkan Sidapeksa dan istrinya.

One day, King Sindureja asked Sidapaksa to search for a bud of a magic flower on Mount Ijen. It was a long journey. The assignment from the king was so important and urgent. Sidapaksa had to leave his pregnant wife. Suatu hari, Raja Sindureja meminta Sidapaksa ntuk mencari tananan yang mempunyai bunga sakti di Gunung Ijen. Perjalan itu membutuhkan waktu yang lama. Tugas dari sang Raja sangat pentig dan mendesak. Sidapeksa harus meninggalkan istrinya yang sedang hamil

Not long afterwards, a son was born. The baby’s birth gave much happiness to the young mother. Tidak usang setelah hal itu, anak laki lakinya lahir. Istri dari Sidapaksa sangat merasa senang.

However, one day, while young mother was bathing, her evil mother–in-law threw the baby into the river. Knowing that her baby had disappeared, the young mother was very sad. She could neither eat nor sleep. She became very ill.

Akan tetapi, suatu hari, ketika ibu muda itu sedang mandi, mertuanya yang jahat melempar anaknya ke dalam sungai. Mengetahui bahwa anaknya sudah hilang. Ibu tersebut sangat sedih. Dia tidak sanggup makan atau pulas. Dia menjadi lemah.

Two years passed and Sidapaksa returned from his journey. He succeeded in doing his duty. Just as he was about to enter his house, her mother told him that his wife had thrown their baby into the river. Sidapaksa believed her mother’s story. He was too angry to use his common sense. He drew his keris and approached her wife who was lying weak on her bed.

Dua tahun silam dan Sidapaksa kembali dari petualangannya. Dia berhasil melaksanakan tugasnya. segera setelah ia memasuki rumah, ibunya menceritakan pada Sidapaks bahwa istrinya sudah melempar anakna ke dalam sungai. Sidapaksa mempercayai kisah ibunya. Dia terlalu murka untuk memakai logika sehatnya. Dia mengambil keris dan mendekati istrinya yang terbaring lemah di kasur.

“Ah, Wicked woman. Tell me why you threw our new-born child into the river. Tell me!” he said in a rough and angry voice. “Oh my dearest husband, I am innocent. I love you, and our baby. I didn’t kill our child. If you don’t believe me, carry me to the river. I will prove that I didn’t do it” replied his wife calmly.

“Sungguh ibu yang jahat. Katakana padaku kenapa engkau melempar bayi yang gres lahir kedalam sungai. Katakan padaku” katanya dalam nada yang bernafsu dan bunyi marah. “ oh suamiku tercinta, saya tidak bersalah. Saya menyayangi engkau dan anak kita. Saya tdak membunuh anak kita. Jika engkau tidak mempercayainya, bpertamaah saya ke sungai. Saya akan menunjukan bahwa saya tidak melakukannya” balasan istrinya dengan tenang.

Sidapaksa took her wife to the edge of the river. Suddenly, his wife leaped up and threw herself into the river.“Oh my God! How will I know who killed my child?” moguad Sidupaksa.

Sidapaksa membawa istrinya ke tepian sungai. Tiba tiba, istrinya melompat ke dalam sungai. “ OH Tuhan! Bagaimana saya akan tahu siapa yang membunuh anak ku ?” teriak Sidupaksa

Then he looked down the water. Suddenly, two pure white flower buds appeared, one longer and taller than the other. A sweet fragrance came from them.

Kemudian ia menatap ke bawah memandang sungai. Tiba tiba, dua buah bunga putih membersihkan muncul, salah satu lebih panjang dari satunya. Sebuah anyir harum hadir dari bunga tersebut

“Sidapaksa, come and have a look here! Beside me is our child. He himself will tell you who drowned him,” the taller one spoke.

“ Sidapaksa, hadir dan melihatnya! Disampingku yaitu anak kita. Dia sendiri akan menceritakan siapa yang menenggelamkanku,” kata yang lebih panjang.

“Father, my mother is innocent. Grandmother threw me into the river. Now I am happy because my beloved mother has come with me,” The smaller one spoke. Then, the two flowers vanished into the water. They left their fragrance behind.

“ Ayah, ibuku tidka bersalah. Nenek lah yang melempar saya ke dalam sungai. Sekarang saya senang alasannya yaitu ibu tercinta disamping aku. Kemudian dua buah bunga tersebut menghilang dalam sungai. Mereka meninggalkan anyir harum dibelakangnya.

Since then, people call the city on its banks of the river Banyuwangi.Banyu means water and wangi means fragrant.

sejak ketika itu,orang orang menyebut kota di tepian sungai tu sebagai sugan Banyuwang. Banyu berarti air dan wangi berarti harum.

0 komentar

Posting Komentar